Indonesia yang kaya raya alamnya, tapi banyak kejayaan kekayaan alamnya telah berlalu. Misal saja gas, batu bara, minyak bumi, tebu, teh dan kayu. Saat ini sawitlah salah satu tulang punggung utamanya. Terlebih mulai masuk ranah bioenergi makin cerah masa depan sawit kita. Semoga sesuai harapan dan tidak berlalu juga. Amiin.
Sawit kita luasnya belum ada data yang pasti. Tapi sekitaran 14,6 juta ha. Jika luas segitu dengan asumsi nilai omset pasca olah pabrik kelapa sawit (PKS) yang wujudnya crude palm oil (CPO), karnel, cangkang dan lainnya. Ketemu sekitar Rp 50 juta/ha/tahun atau nasional Rp 750 trilyun/tahunnya.
Padahal APBN 2018 sekitar Rp 2.220 trilyun. Berarti sekitar 34% dari APBN dana berputar di kebun sawit. Luar biasa. Kontribusi devisa dari sawit tahun 2018 Rp 320 trilyun. Juara 1. Artinya peran sawit sudah masuk tulang punggung. Jika tulang punggung patah maka banyak saraf terputus ototpun banyak yang layu. Lumpuh tungkai bawah tidak bisa jalan. Itulah ilustrasi anatomi fisiologi ekonomi makronya Indonesia.
Baru berjalan program B20 selama 1 semester 2019 saja sudah menyerap 3,3 juta ton CPO. Dampaknya menghemat impor solar hingga 45%. Artinya kalau 1 tahun bisa 6 juta ton lebih. Lalu, bagaimana jika target Bp Presiden Jokowi tabun 2020 harus sudah B50. Hem..lebih dahsyat lagi kontribusi sawit kita. Belum lagi kalau jadi ethanol, avtur, kosmetik, bioplastik dan farmasi. Terlalu besar dampak imbas positifnya.
Untuk itu saya selaku salah satu petani sawit sungguh merasa tidak nyaman jika sawit slalu dan terus diposisikan tidak enak dipojokkan/ dipersalahkan. Hanya karena konotasi negatif ikutan pikiran kotor orang luar negeri yang iri dengki srei kepada sawit, karena di negaranya tidak bisa menanam sawit. Sawit tanaman yang paling menghemat lahan untuk sumber minyak nabati dibandingkan komoditas lain misal bunga matahari, kedelai dan lainnya. Artinya komoditas lain lebih jadi perusak hutan !
Apalagi petani lainnya dan tenaga kerja yang jumlahnya lebih dari 16 juta KK total tergantung hidupnya dari sawit. Pastilah juga tidak nyamam. ” Ibarat cinta bertepuk sebelah tangan atau air susu dibalas dengan air tuba “. Menyakitkan. Maka sudahlah akhiri mendiskrimasikan sawit kita. Sawit adalah anugerah Tuhan buat Indonesia. Kalaupun masih ada masalah tentu ada solusinya. Tiada mungkin ada karya sempurna.
Jika semua kompak menyuarakan kebaikan – kebaikan sawit. Maka permintaan pasar naik. Lalu hargapun ikutan naik seperti beberapa hari terkahir ini. Dampaknya petani sejahtera dan angka kemiskinan Indonesia tergerus habis sejalan meningkatnya mutu SDM Indonesia. Akhirnya Indonesia makin kompetitif. Kita bangga memilikinya. Bukan hanya dengan keluh kesah saja dan saling menyalahkan.
Ehm !
Moga bermanfaat..
Salam Inovasi
Wayan Supadno
Pak Tani